Disusun oleh Sekretariat Sinode Gereja Betesda Indonesia
(Dipakai untuk kalangan sendiri)
“Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh didalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.”
Untuk membangun gereja yang sehat, kuat dan bertumbuh, maka harus memberikan waktu dengan meletakkan dasar yang kokoh. Karena fondasi gereja menentukan besar dan kuatnya gedung tersebut. Fondasi ini diungkapkan dalam suatu tujuan gereja secara jelas. Tujuan yang jelas akan membangun semangat juang, tujuan yang jelas bukan hanya menegaskan apa yang harus kita lakukan tetapi juga menegaskan apa yang tidak harus kita lakukan, tujuan yang jelas membolehkan konsentrasi, tujuan yang jelas menarik kerjasama dan tujuan yang jelas membantu evaluasi.
Tujuan kita adalah memahami dan melaksanakan tujuan yang sudah ditetapkan Kristus bagi gereja dan oleh karenanya gereja akan ditetapkan Allah berdasarkan komitmennya. Tujuan itu harus menggambarkan semua fungsi dan tugas gereja.
Gereja yang sehat adalah gereja yang melaksanakan semua fungsi dan tugas gereja. Ada beberapa fungsi gereja yang sehat :
Ini adalah perintah Yesus untuk pergi dan menyampaikan kabar keselamatan keseluruh dunia. Kalau gereja mau sehat, maka gereja harus memberitakan Injil.
Tugas ini mendorong agar terus bertekun sebagai orang percaya. Koinonia mempunyai fungsi untuk menghangatkan gereja sehingga gereja bertumbuh dan sifatnya memperlancar jalur komunikasi dalam komunitas jemaat. Misalnya : Retreat, ibadah padang, family day, party, bazaar, dll.
Ini adalah bentuk pelayanan gereja yang sifatnya dalam tindakan-tindakan social dan pelayanan masyarakat. Mempunyai fungsi member bantuan ke dunia luar atau ke dalam. Gereja yang sehat harus menunjukkan kasih kepada orang lain dengan memenuhi kebutuhan mereka dan menyembuhkan sakit hati mereka di dalam nama Tuhan Yesus. Gereja harus melayani bermacam – macam kebutuhan : rohani, emosional, hubungan dan jasmani. Ini merupakan salah satu wujud dari Markus 12:31 untuk mengasihi sesama.
Yaitu tugas gereja yang bertanggungjawab untuk memberikan pengajaran, pendidikan dan pelatihan dalam jemaat. Didaskalia digolongkan menjadi tiga, yaitu : Penjemaatan (berakar dalam gereja local), pemuridan (bertumbuh), dewasa dan berbuah.
Tujuan pelaksanaan ibadah adalah terjadinya persekutuan antara Allah dengan umat-Nya dan antara umat dengan umat. Oleh sebab itu pelaksanaan ibadah harus dilakukan dengan teratur dan tertib. Inti liturgia adalah bagaimana menghadirkan Allah dalam peribadatan dan bagaimana jemaat mengalami perjumpaan dengan Allah.
Tugas ini lebih cenderung kepada pelayanan perawatan jemaat, agar jemaat dapat tumbuh menjadi dewasa secara rohani. Tujuan mandate ini adalah untuk memelihara dan menjaga tubuh Kristus sehingga menjadi karakter gembala dari penggembalaan Kristus dan keabadian mandate Kristus.
Maksud Oikonomia ini adalah semua tugas dan fungsi diatas (Marturia, Koinonia, Diakonia, Didaskalia, Liturgia dan Pastoralia) harus diatur sedemikian rupa supaya pelaksanaannya dapat berjalan dengan teratur. Ada perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan evaluasi.
KEANGGOTAAN
Membangun jemaat dimulai dari menjadikan orang yang hadir dalam ibadah untuk menjadi anggota jemaat. Bagi Rasul Paulus menjadi anggota gereja bukan mengacu pada upacara pelantikan untuk memasuki sebuah lembaga, melainkan menjadi suatu organ atau tubuh yang penting di dalam tubuh yang hidup (Roma 12:4-5; 1 Kor. 6:15; 12:12-27). Banyak orang Kristen yang mengambang, berpindah dari satu gereja ke gereja lain tanpa suatu identitas, tanpa pertanggungjawaban dan tanpa komitmen.
Pengembangan anggota-anggota baru dalam persekutuan tidak terjadi secara otomatis. Jika kita tidak mempunyai system dan struktur untuk mengasimilasi dan menahan orang-orang yang sudah dijangkau, maka mereka tidak akan tinggal.
Asimilasi adalah tugas memindahkan orang-orang dari kesadaran akan gereja menjadi keanggotaan yang aktif di gereja, sehingga para anggota ini mempunyai rasa memiliki. Mereka adalah penyumbang dan bukan hanya pemakai.
Gereja yang mempunyai prioritas untuk mengasimilasi anggota baru serta mempunyai rencana untuk melakukannya, selalu diberkati dalam pertumbuhannya. Sebaliknya gereja yang tidak peduli dengan anggota-anggota baru, maka tidak akan bertumbuh. Ketika Allah mengantarkan sekumpulan orang Kristen yang baru atau masih bayi, maka Allah akan mencari incubator yang paling hangat yang bisa ditemukannya, sehingga mengakibatkan bayi rohani itu dapat bertumbuh dengan baik.
Perlu diketahui bahwa calon anggota jemaat mempunyai sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab sebelum mereka menyatakan bergabung. Diantaranya : Apakah saya cocok dengan jemaat disini ? Adakah sekumpulan orang yang ada ingin mengenali saya ? Apakah saya dibutuhkan ? Apakah keuntungannya bergabung dengan gereja ini ? Dan, apa yang diminta dari seorang anggota ?
Cara paling mudah untuk memotivasi seseorang menjadi anggota adalah dengan memperlihatkan kepada mereka nilai-nilai ganjaran dari komitmen mereka.
Ada banyak keuntungan jika seseorang menjadi anggota dari suatu persekutuam :
Sebagai tindak lanjut dari asimilasi ini maka keanggotaan jemaat harus dibuat data sedemikian rupa, paling tidak berisi tentang : Nama Anggota Jemaat beserta keluarga, jenis kelamin, hubungan keluarga, tempat / tanggal lahir, status pernikahan, pekerjaan, tanggal pelaksanaan babtisan, pendidikan, peneguhan nikah dan tanggal menjadi anggota jemaat. Data tersebut di administrasikan secara baik, bahkan jika mungkin di computerized.
Sediakan formulir Kartu Anggota Jemaat (KAJ) dan minta jemaat yang ingin menjadi anggota agar mengisi formulir tersebut dengan prosedur sebagai berikut :
Dibawah ini tata ibadah yang biasa dilaksanakan :
Tata ibadah ini (doa pembukaan sampai doa berkat) harus sudah dapat diselesaikan dalam waktu 120 menit (2 jam).
BERKHOTBAH
Didalam Efesus 4:29 dikatakan : “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, dimana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia”. Khotbah adalah bagian penting dalam pelayanan gereja. Maju atau tidaknya tingkat kerohanian jemaat tergantung dari khotbah yang mereka dengar.
Gaya khotbah harus disesuaikan dengan kebutuhan. Khotbah untuk orang yang baru bergereja, berbeda dengan khotbah untuk mengajar orang percaya. Jika khotbah hanya berbicara mengenai hal-hal yang tidak berhubungan dengan kehidupan jemaat, maka jemaat tidak memiliki pegangan Firman Tuhan saat menghadapi persoalan hidup. Kita tidak dapat memulai dengan teks saja lalu mengharapkan jemaat langsung dapat tertarik dengannya.
Pertama – tama rebutlah perhatian jemaat kemudian alihkan perhatian mereka kepada kebenaran Firman Allah. Mulailah khotbah dengan kebutuhan yang dirasakan orang, karena khotbah yang dapat mengubah hidup adalah khotbah yang dapat mempertemukan kebenaran Firman Allah dengan kebutuhan-kebutuhan yang nyata dari orang-orang melalui penerapan. Yang dibutuhkan orang saat ini bukanlah khotbah yang teoritis, tetapi yang praktis. Ketika Firman Allah diajarkan dalam cara yang tidak menarik, orang tidak hanya menganggap gembala sidang itu membosankan, tetapi mereka juga menganggap Allah membosankan.
Pengkhotbah juga harus hidup dalam kebenaran Firman Tuhan yang disampaikan. Kehidupan pengkhotbah / gembala jemaat sangat menentukan suasana jemaat. Para pengkhotbah harus bisa mempertanggungjawabkan ucapannya.
Ada beberapa langkah untuk dapat menjadi pengkhotbah yang baik, yaitu :
1. Bergantung sepenuhnya kepada urapan Roh Kudus
Tidak ada satupun khotbah yang baik yang dapat menggantikan khotbah yang diurapi oleh Roh Kudus. Oleh sebab itu pengkhotbah tidak hanya mengandalkan pengetahuan dan kemampuan pikiran, tetapi lebih penting adalah urapan dan pimpinan Roh Kudus.
2. Kesederhanaan dalam kerangka khotbah.
Pengkhotbah harus mempersiapkan khotbah secara sistimatis untuk memudahkan dalam penyampaian kebenaran Firman Tuhan. Secara umum kerangka / out line khotbah terdiri dari :
A. Mengungkapkan hal khusus yang akan disajikan dalam khotbah, yang dinyatakan dengan menarik sebagai reklame untuk khotbah.
Pendahuluan
Pendahuluan adalah proses dimana pengkhotbah berusaha mepersiapkan pikiran dan mendapatkan perhatian para pendengar terhadap berita yang hendak diwartakan.
B. Proposisi
Yaitu suatu pernyataan sederhana mengenai pokok yang dikemukakan pengkhotbah untuk didiskusikan, diperluas, dibuktikan atau dijelaskan dalam khotbah. Dengan kata lain proposisi adalah suatu pernyataan mengenai pelajaran rohani utama khotbah atau kebenaran kekal dalam khotbah yang dipersingkat menjadi satu kalimat pernyataan.
C. Bagian / tema dan sub-sub tema
Yang dimaksud bagian-bagian adalah bagian-bagian utama suatu khotbah yang teratur, dimana bagian-bagian ini akan membantu kejelasan pikiran, membantu kesatuan pikiran, membantu pengkhotbah dalam menguraikan suatu pokok dengan baik dan memungkinkan pengkhotbah mengingat butir-butir utama khotbahnya.
D. Diskusi adalah pembentangan dari ide-ide yang terdapat dalam bagian-bagian itu.
E. Ilustrasi atau lukisan-lukisan adalah cara untuk memberikan keterangan tentang suatu khotbah dengan menggunakan suatu contoh.
Adalah proses teoritis yang menyampaikan kebenaran secara langsung dan secara pribadi kepada tiap-tiap orang agar dapat meyakinkan mereka untuk menanggapinya sebagaimana mestinya.
F. Kesimpulan
Kesimpulan yaitu klimaks seluruh khotbah dimana satu – satunya tujuan tetap pengkhotbah adalah mencapai sasarannya dalam bentuk kesan yang sangat kuat. Dan ini akan lebih baik lagi apabila dilanjutkan dengan tantangan untuk dapat meresponi Firman Tuhan yang baru saja di dengar (Tidak harus melalui altar call).
3. Berkhotbah sesuai dengan batasan waktu yang ditentukan.
Ada yang berpendapat bahwa lamanya khotbah bergantung pada tuntunan Roh Kudus (mengalir). Pengkhotbah yang baik harus tepat waktu dalam menyelesaikan seluruh khotbahnya termasuk tantangan. Di gereja-gereja pentakosta biasanya waktu berkhotbah kurang lebih 45 – 60 menit.
4. Aplikatif
Yang dimaksud aplikatif adalah khotbah yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari jemaat. Apapun sifat dari isi khotbah harus diusahakan agar tetap dapat diaplikasikan dalam kehidupan jemaat, tidak peduli dari mana pesan itu dimulai, pada akhirnya pengkhotbah harus mempertemukan kebenaran Firman Allah dan kebutuhan orang-orang melalui penerapan.
5. Menafsirkan Alkitab dengan benar
Berhati-hatilah dalam menafsirkan ayat-ayat dalam Alkitab supaya tidak terjadi kerancuan. Perhatikan apakah ayat-ayat yang dibaca berbicara tentang sejarah, hokum-hukum dan lain sebagainya yang bersifat nyata dan pernah terjadi, untuk itu ambilah hikmah atau pelajaran dari ayat tersebut apa adanya tanpa harus mengartikan dalam arti rohani. Sebaliknya ayat-ayat yang bersifat metafora / kiasan maka perlu di alegori atau dicari arti rohaninya.
6. Humor
Usahakan bahwa khotbah tidak terasa tegang. Untuk itu khotbah dapat diselingi dengan humor – humor yang harus tetap memperhatikan agar khotbah tidak menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan dan tetap menjadi berkat bagi jemaat.
7. Banyak membaca.
Para pengkhotbah dianjurkan untuk banyak membaca buku-buku guna memperluas wawasan berkhotbah. Memang dalam topik yang akan dibahas, pengkhotbah harus meminta pertolongan Roh Kudus supaya mengetahui kebutuhan jemaat. Tetapi pengkhotbah yang malas membaca akan ketinggalan dalam isi khotbahnya.
Untuk dapat berkhotbah dengan baik, disarankan agar para pengkhotbah secara khusus belajar lebih jauh tentang Penafsiran Alkitab (Hermeunetika) dan dasar-dasar berkhotbah (Homiletika).
Sakramen di dalam gereja dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan iman dan merupakan kesempatan mengabarkan Injil. Kata sakramen berasal dari bahasa Latin “sakramentum” yang mempunyai dua arti :
Dalam bahasa Yunani, sakramen berarti “Mustirion” yang berarti ‘mistik/rahasia’. Sakramen yang biasa dilakukan ada 2 (dua), yaitu Baptisan Air dan Perjamuan Kudus. Dimana sakramen ini memiliki tiga makna, yaitu bahwa : 1) Ditetapkan oleh Kristus; 2) Diperintahkan oleh Kristus agar para murid-murid senantiasa melakukannya (Lukas 32:19), dan pernyataan kehendak Allah dan tanda-tanda perkara Allah yang dapat di lihat; 3) Menyatakan persekutuan dngan Tuhan, pengorbanan dan penyerahan nyawa agar jemaat mendapat hidup.
A. Dasar Alkitabiah
Baptisan berasal dari kata “baptisma”, “baptismos” (kata benda). Kata kerjanya “baptiso” mempunyai arti “selam” dan “cuci”. Didalam Perjanjian Baru mempunyai tiga arti :
Kata kerja yang lain “bapto” – “to dip”, “dye” (membenamkan, mencelupkan), “mencelupkan” (Lukas 16:24; Yohanes 13:26; Wahyu 19:13).
Agar kita tidak terlalu jauh menafsirkan arti baptisan ini, maka kita akan melihat lebih jauh arti baptisan ini dalam Perjanjian Baru yang memberikan contoh nyata dari baptisan air.
A.1. Baptisan Yohanes
Baptisan Yohanes tidak bertentangan dengan baptisan yang diperintahkan Tuhan Yesus, akan tetapi juga tidak bisa di katakana sama persis. Kedua-duanya sama diperintahkan Tuhan dan sama-sama menuntut pertobatan sejati. Baptisan Yohanes lebih dihubungkan dengan kedatangan Mesias atau Kristus. Yohanes diperintahkan membaptis supaya dapat mempersiapkan kedatangan-Nya (Matius 3:1-6). Bersamaan dengan kedatangan Mesias, datang juga Kerajaan Allah dan memberi pengharapan bagi yang mau menerima. Oleh sebab itu baptisan Yohanes menjadi tanda yang menghubungkan orang percaya dengan anugerah Allah yang akan menjadi nyata dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Selanjutnya Yohanes membaptis Yesus di Sungai Yordan (Matius 3:13-17), dan dikatakan Yesus bahwa ini harus terjadi sebagai penggenapan dari kehendak Tuhan. Pada kesempatan itu disebutkan, bahwa setelah Ia keluar dari air, turunlah Roh Allah ke atas-Nya seperti burung merpati, lalu terdengar suara dari surga : “Inilah Anak-Ku yang Ku kasihi, kepada-Nya lah Aku berkenan”. Hal ini membuktikan bahwa baptisan air penting dan dilakukan sebagai pelaksanaan atas kehendak Tuhan tersebut. Inilah baptisan mula-mula yang terjadi dalam Perjanjian Baru.
A.2. Baptisan Yesus
Baptisan Yohanes adalah baptisan pertobatan yang memberikan pengampunan dosa (Markus 1:4). Dalam pelayanan Yesus, baptisan merupakan tanda pengesahan untuk menjadi pengikut Yesus. Oleh sebab itu dalam Yohanes 3:22-26 dikatakan bahwa , setiap orang yang percaya bahwa Ia adalah Mesias harus dibaptis. Setelah kejadian di kayu salib, gereja diperintahkan untuk melayankan baptisan Kristen sebagai sakramen, sebagai tanda dan meterai terhadap baptisan Kristen yang sejati, yang terjadi di kayu salib.
Di dalam baptisan Kristen itu kita dijadikan satu dengan baptisan Kristus, dijadikan satu dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Manusia lama kita telah ikut disalib dan dikuburkan bersama dengan Kristus, supaya karena Roh Kudus kita dibangkitkan sebagai manusia baru (Roma 6:4). Namun perlu diingat bahwa meskipun Alkitab berkata bahwa banyak orang yang datang kepada Yesus, dibaptis dan menjadi pengikut Yesus, tetapi Yesus sendiri tidaklah membaptis seorangpun, melainkan murid-murid yang bersama dengan Dia (Yohanes 4:1-2).
A.3. Baptisan Para Rasul
Baptisan yang dilakukan oleh Yohanes dan Tuhan Yesus menjadi dasar baptisan yang kemudian diteruskan oleh para rasul dan murid Tuhan Yesus lainnya. Sejak Roh Kudus dicurahkan bagi orang percaya (Kisah 2:1-13), maka pemberitaan Injil selalu disertai dengan pembaptisan petobat baru.
Ada banyak conyoh dalam Alkitab yang dilakukan oleh para rasul :
Sejak para rasul memberitakan Injil sampai sekarang, baptisan itu terus dilakukan sebagai tanda pertobatan seseorang yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya. Jadi baptisan adalah alat keselamatan. Dengan baptisan itu Allah menjadikan nyata janji-janji-Nya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dari baptisan itu adalah Deklarasi atau menyatakan kepada setiap orang maupun setan bahwa ia resmi menjadi murid Tuhan Yesus Kristus dan berhak mewarisi atau menerima berkat Abraham yang dijanjikan Tuhan (Kolose 2:12-14). Oleh karena itu orang yang sudah dibaptiskan dikuasai oleh karya penyelamatan Allah, dipersatukan dengan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus didalam nama Tuhan Yesus Kristus untuk hidup dalam kehidupan yang baru serta diberi tempat bersama-sama dengan Dia di Sorga.
B. Macam Baptisan Air
Mengenai cara baptisan atau macam baptisan, ada beberapa pandangan yang berbeda. Diantaranya ada yang menerapkan pencelupan di air, dengan alasan etimologi yaitu ‘baptizo’; cocok dengan praktek Perjanjian Baru, misalnya Kisah Para rasul 8:38,39 dan menunjukkan kenyataan dikuburkan bersama Kristus (Roma 6:4). Pandangan lain berpendapat, betapapun etimologi baptize seperti dipakai dalam perjanjian baru, tidaklah mengharuskan pencelupan, misalnya baptisan Roh Kudus dilukiskan sebagai “pencurahan” (Kis. 2:33; bnd. Yes. 32:15; Yeh. 36:25,26), sehingga baptisan air dapat dilakukan dengan percik, karena baptisan hanyalah dianggap sImbol keselamatan dari Allah.
Gereja Betesda Indonesia adalah gereja yang mempergunakan cara selam dalam baptisannya. Sebab baptisan selam merupakan teladan dari praktek-praktek baptisan dalam Alkitab. Memang ada yang mengatakan bahwa jika kita mencelupkan tangan ke dalam air, itupun bisa disebutkan sebagai baptizo. Tetapi jika kita di baptis, tentu tidak hanya sebagian anggota tubuh yang mengalami baptisan. Sudah barang tentu baptisan dimaksudkan untuk seluruh tubuh. Alasan lain adalah bahwa jika seseorang di baptis maka berarti kehidupan lamanya telah dikuburkan dan bangkit bersama Yesus dalam kehidupan baru. Baptisan merupakan lambang dari “kuburan rohani”. Dan kita tahu jika seseorang telah dikubur, ia harus dikuburkan secara keseluruhan.
B.1. Persyaratan Baptisan
B.1.1. Syarat Pembaptis
Untuk mengatur dan menertibkan secara administratif ada beberapa syarat bagi seorang pembaptis, yaitu :
B.1.2. Syarat Calon Baptisan.
Sebelum memasuki baptisan, setiap pribadi harus menyadari bahwa baptisan bukan paksaan bagi mereka atau sekedar ikut-ikutan orang lain. Calon baptisan harus dengan SUNGGUH-SUNGGUH PERCAYA kepada Tuhan Yesus Kristus dan memiliki kesadaran untuk dibaptis karena MENGIKUTI PERINTAH FIRMAN TUHAN. Jadi dasarnya adalah PERTOBATAN. Jika dasar baptisan karena yang lain maka baptisan itu akan sia-sia dan tidak ada artinya.
Setelah seseorang selesai di baptis, ia hidup dalam kehidupan baru karena dosa dan pelanggaran masa lalunya sudah ‘dikuburkan’ dalam kematian Yesus dan ‘dibangkitkan’ dalam kebangkitan Yesus. Harus menghindari dosa dan tidak memberi kesempatan kepada iblis untuk mengambil keuntungan dari kehidupan yang baru. Hidup bersekutu dengan Tuhan melalui doa dan pembacaan Firman Tuhan.
Adapun syarat-syarat dari calon baptis adalah :
A.4. Teknis Pembaptisan
“Sesuai dengan Firman Tuhan, maka pada hari ini aku membaptiskan engkau atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus, dalam nama Tuhan Yesus Kristus; supaya engkau mati dan bangkit bersama Kristus dalam hidup baru sampai selama-lamanya, Haleluya”. Kemudian ditenggelamkan kebelakang, “Amien”, segera diangkat kembali dan baptisan selesai.
A.5. Lain-lain
Jika jumlah baptisan cukup banyak (masal) maka harus ada pelayan lain yang membantu mempersiapkan proses baptisan, misalnya mempersiapkan baju baptis dan selimut penutup tubuh, mengatur tempat duduk, dll. Jika memungkinkan maka pembaptis dapat mendoakan calon baptis satu persatu, tetapi jika tidak memungkinkan karena jumlahnya terlalu banyak maka doa dapat dilakukan sekali untuk semua. Orang tua harus terlebih dahulu mendapat giliran, suami istri dapat dibaptis bersama-sama, setiap orang yang telah selesai dibaptis harus segera diberi selimut penutup tubuh atau handuk. Dan jika calon baptis terlalu banyak, maka hamba Tuhan yang membaptis boleh lebih dari satu.
Jika yang dibaptis seorang wanita, pembaptisan harus dilakukan dengan sangat sopan agar tidak terjadi sandungan karena kesalah pahaman. Demikian juga membaptis orang tua atau orang yang lemah tubuh harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Baptisan yang dilakukan di tempat yang airnya dangkal (bath/bak mandi), calon baptis harus duduk dengan posisi kaki memanjang ke depan, selanjutnya teknis baptisan sama. Yaitu orang yang dibaptis di baringkan sampai seluruh tubuh tertutup air dan setelah itu diangkat kembali.
Dalam kasus tertentu, misalnya membaptis orang yang sakit parah yang tidak memungkinkan untuk diselam, maka baptis percik dapat dilakukan. Namun perlu diingat bahwa ini hanya untuk KASUS TERTENTU dan harus didiskusikan terlebih dahulu dengan gembala jemaat atau pelayan Tuhan lainnya.
2. PERJAMUAN KUDUS
Sama halnya dengan baptisan air, perjamuan kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan ditetapkan Tuhan Yesus sendiri. Perintah tentang perjamuan kudus itu terdapat dalam Matius 26:26-29; Markus 14:22-25; Lukas 22:14-20; 1 Korintus 11:23-25. Jadi, perjamuan kudus adalah ketetapan Yesus bagi gereja-Nya untuk mengingat karya penebusan dan terpelihara hubungan rohani antara Yesus dengan umat-Nya. Menurut Lukas 22:19 dan 1 Korintus 11:5, perjamuan kudus dilaksanakan sebagai suatu peringatan akan Tuhan Yesus. Dan akhirnya perjamuan kudus tadi dihubungkan dengan kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang ke dua kali. Dalam 1 Korintus 11:26 , Rasul Paulus berkata : “Sebab setiap kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitahukan kematian Tuhan sampai Ia datang”.
Jadi, merayakan perjamuan kudus berarti memberitakan kematian Tuhan Yesus Kristus berdasarkan apa yang telah terjadi, yaitu kematian Tuhan Yesus yang menebus dosa, maka hidup orang beriman di arahkan ke depan hingga akhir jaman.
Pengajaran Paulus mengenai perjamuan kudus dimaksudkan untuk meningkatkan makna perjamuan itu dengan jalan mengaitkan pada maksud penyelamatan Allah. Perjamuan kudus memberitakan kematian Tuhan (1 Korintus 11:26). Ia juga menguraikan makna lebih dalam dari perjamuan itu sebagai persekutuan (koinonia) dengan Tuhan dalam kematian dan kebangkitan-Nya, yang ditunjukkan dalam roti dan anggur (1 Korintus 10:16).
Oleh sebab itu di dalam Lukas 22:19-20a, kita dapat melihat contoh yang dilakukan Tuhan Yesus sekaligus sebagai perintah yang harus kita lakukan : “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya : ‘Inilah tubuh Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku’. Demikian juga diperbuat – Nya dengan cawan sesudah makan ..”.
Dari ayat ini maka jelaslah bahwa apa yang telah diperbuat Yesus, harus kita perbuat untuk menjadi peringatan akan apa yang telah Yesus perbuat.
Paulus juga melakukan perjamuan yang sama dalam pelayanannya kepada jemaat di Korintus dengan mengatakan (1 Korintus 11:23-31) :
“23 Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti 24 dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” 25 Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” 26 Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. 27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. 28 Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. 29 Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. 30 Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal. 31 Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita”.
Berdasarkan ayat-ayat inilah maka perjamuan kudus di jadikan suatu kewajiban yang harus dilakukan gereja mula-mula dan terus berkembang sampai saat ini.
A.1. Arti dan Tujuan Perjamuan Kudus
A.1.1. Arti Perjamuan Kudus
Sebagai sakramen, perjamuan kudus mempunyai arti, yaitu bahwa perjamuan kudus melambangkan penyataan kasih Allah kepada manusia, khususnya kasih Tuhan Yesus kepada orang percaya. Oleh sebab itu setiap perjamuan kudus diadakan, jemaat diingatkan akan kasih Yesus yang telah mati di atas kayu salib untuk menebus dosa umat manusia dan bangkit untuk menjadi pembebas yang memberikan kehidupan kekal.
A.1.2. Tujuan Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus memiliki tujuan, yaitu: a) Persekutuan dengan Tuhan Yesus secara rohani. Pada saat kita menerima perjamuan, maka sementara kita dipersatukan dengan Tuhan melalui tubuh dan darah-Nya; b) Mengingat akan apa yang telah dilakukan Kristus bagi kita dengan mengambil bagian dalam persekutuan dengan-Nya.
A.2. Persyaratan Pelayan Tuhan Yang Melayani Perjamuan Kudus
Pelayan Tuhan yang melayani haruslah seorang yang menyandang jabatan Pendeta (Pdt) atau Pendeta Muda (Pdm). Sedangkan bagi mereka yang memegang jabatan Pendeta Pembantu (Pdp), belum di perbolehkan untuk melayani perjamuan kudus, kecuali ada persetujuan dari pendeta Pembina yaitu gembala jemaat.
Bagi seorang pelayan wanita (Pdt atau Pdm) hanya dapat melayani perjamuan kudus dengan persyaratan tertentu, yaitu :
A.3. Urutan Teknis Perjamuan
A.4. Lain-lain
Sebagaimana tujuan dari dilaksanakannya perjamuan kudus yaitu agar melalui iman memiliki persekutuan dengan tubuh dan darah Yesus, maka perjamuan kudus biasanya diikuti oleh orang yang sudah berusia 12 tahun ke atas dengan maksud bahwa orang tersebut sudah mengerti arti perjamuan tersebut. Namun jika ada orang tua yang memberikan perjamuan tersebut kepada anak-anak yang belum mengerti, maka perjamuan tersebut hanya akan disia-siakan. Untuk itu anak yang belum mengerti sebaiknya tidak ikut dalam perjamuan. Bahkan orang tuapun jika merasa tidak layak untuk ikut dalam perjamuan seperti Firman Tuhan dalam 1 Korintus 11:27-28, maka mereka juga dipersilahkan untuk tidak mengambil bagian dalam perjamuan.
Demikian juga perjamuan dapat diberikan kepada orang sakit yang tidak mengikuti perjamuan di gereja, dengan pengertian bahwa perjamuan tersebut bukan untu obat, tetapi perjamuan tersebut tetap pada fungsinya yaitu persekutuan dengan tubuh dan darah Yesus.
Terhadap sisa dari roti dan anggur perjamuan yang kelebihan, maka sisa roti dan anggur tersebut dapat disimpan kembali, tetapi jika roti dan anggur tidak dapat disimpan kembali maka roti dan anggur tersebut dapat di makan; sebab roti dan anggur tersebut adalah roti dan anggur biasa tanpa ibadah di saat kita memakannya.
Pada bagian ini dibahas beberapa pelayanan kepada individu dan keluarga yang antara lain : Pelayanan Pernikahan, Pelayanan Kematian, Penyerahan Anak dan juga sedikit disinggung tentang penggembalaan jemaat.
Dalam Matius 19:5-6 dikatakan : “5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”. Definisi pernikahan yang alkitabiah adalah : Ikatan janji yang ekslusif dari satu orang pria dan satu orang wanita, ditahbiskan dan diberkati (dikukuhkan) oleh Allah, didahului oleh kepergian meninggalkan orang tua dengan sepengetahuan orang banyak, mencapai kegenapan yang sepenuhnya dalam persetubuhan, menjadi suatu pasangan yang permanen, saling menopang dan biasanya di buahi dengan kelahiran anak-anak.
Pada prinsipnya, setiap pemutusan ikatan pernikahan merupakanpenyimpangan dari maksud ilahi akan pernikahan tersebut. Pernikahan adalah ikatan seumur hidup (until death do us apart). Sehingga perceraian adalah pelanggaran perjanjian dan suatu tindakan pengkiananatan.
Sebelum dibahas tata cara pernikahan, lebih dahulu akan dibahas pengertian dan dasar pernikahan secara singkat.
A.1. Pernikahan adalah Gagasan Allah, Bukan Gagasan manusia.
Pada dasarnya Allah sendiri yang merencanakan pernikahan bagi manusia. Oleh sebab itu dalam Kejadian 2:20-22, Allah menciptakan Hawa bagi Adam sebagai penolong yang sepadan. Allah memberkati mereka dan diperintahkan untuk beranak cucu serta memenuhi bumi (Kejadian 1:27-28). Dengan demikian mereka menjadi satu dan hidup bersama, saling menolong, saling menopang satu dengan yang lain serta membagi kasih yang kudus dari Allah.
Allah menghendaki manusia beranak cucu dan bertambah banyak, akan tetapi Allah juga memberikan kelonggaran untuk tetap melajang seumur hidup bagi yang akan melajang (1 Korintus 7:8-9). Bagi yang sudah menikah harus penuh hormat terhadap perkawinan : “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah” (Ibrani 13:4).
A.2. Bentuk Pernikahan
Sejak awal, Allah merencanakan pernikahan monogami, yaitu satu suami dan satu istri (Matius 19:3-4). Namun karena dosa yang telah merasuki manusi, maka timbul keinginan dalam hati manusia untuk memiliki pasangan lebih dari satu. Dan kebiasaan ini akan berkembang terus hingga menjadi budaya yang dapat diterima oleh sebagian orang hingga saat ini.
Akan tetapi apa yang dikatakan Alkitab tentang poligami (memiliki istri lebih dari satu atau sebaliknya memiliki suami lebih dari satu) dan perceraian atau berganti-ganti pasangan ? sebagaimana dijelaskan dalam definisi pernikahan diatas, maka perceraian adalah pelanggaran suatu perjanjian dan suatu tindakan pengkhianatan. Oleh sebab itu Alkitab tidak menghendaki perceraian dalam pernikahan Kristen ataupun memiliki pasangan lebih dari satu.
Firman Tuhan dalam Kejadian 2:24 di pakai Yesus dalam mengajar. Dikatakan : “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Dari ayat ini dapat disimpulkan : Memisahkan diri (dari orang tua), dan menyatu (tidak ada pemisahan lagi). Menyatu : Unsur Fisik, emosi (bertumbuh, proses kedewasaan), Unity (unit baru yang disebut family). Menjadi ikatan yang ekslusif (laki-laki dan istrinya) atas sepengetahuan orang banyak (meninggalkan ayah dan ibu) dan sifatnya permanen (bersatu dengan istrinya).
Satu-satunya bagian Alkitab Perjanjian Lama yang menunjuk pada alasan atau prosedur untuk perceraian adalah Ulangan 24:1-4 yaitu : “1 Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, 2 dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, 3 dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, 4 maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu”. Dari ayat ini jika kita telaah dapat disimpulkan bahwa :
Dugaan : Larangan itu untuk melindungi wanita dari suami yang kejam. Ayat 1, 2 dan 3 adalah klausa isyarat, sedangkan ayat 4 adalah klausa akibat. Hukum ini bukan sekali-kali menyetujui perceraian. Apa yang dikatakan ayat tersebut tidak lebih dari jika … menceraikan istri, jika …, jika…, jika ,,,, maka …..
Meskipun perceraian tidak dianjurkan, namun sudah terjadi dengan alasan karena sang ‘suami’ mendapati sesuatu yang tidak senonoh pada istrinya. Tidak senonoh dimaksud pasti bukan perzinahan, karena perzinahan pada waktu itu hukumnya adalah mati (dirajam). Jadi apa yang ‘tidak senonoh’ itu ?
Ada dua pandangan mengenai ‘tidak senonoh’ ini :
Saat memasuki Perjanjian Baru, Yesus dalam pelayanan-Nya mengadakan pembaharuan mengenai pernikahan. Ketika orang farisi mencobai Tuhan Yesus perihal perceraian, dengan tegas Yesus mengatakan bahwa, Perceraian itu tidak dikehendaki Tuhan dengan alasan apa saja (Matius 19:3-9; Markus 10:2-9).
Ada beberapa hal penting yang ditekankan Yesus, yaitu :
Selanjutnya Paulus juga memberikan penjelasan tentang perceraian itu di dalam 1 Korintus 7:10-16.
Dari penjelasan Paulus ini dapat disimpulkan bahwa perceraian diijinkan berdasarkan dua alasan yaitu berzinah dan partner / pasangan yang tidak seiman tidak lagi mau hidup bersama (diceraikan oleh pasangan yang tidak seiman). Hal ini diijinkan karena terpaksa atau karena tidak bisa berbuat lain.
A.3. Tujuan Pernikahan
Ada tiga tujuan utama mengapa Allah menahbiskan pernikahan yaitu :
Yaitu bahwa tujuan pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Dikatakan oleh Firman Tuhan “beranak cucu” (Maleakhi 2:14-16) karena yang dikehendaki Allah adalah keturunan ilahi.
Yaitu bahwa dalam pernikahan tersebut suami istri dapat saling tolong menolong, melengkapi, menopang dan memulihkan satu dengan yang lain…
Yaitu bersatu dalam satu daging.
A.4. Syarat Pernikahan
A.4.1. Pelayan Pernikahan
Seorang pelayan Tuhan yang melayani pernikahan haruslah seorang yang :
A.4.2. Calon Mempelai
Kedua calon mempelai harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan gereja :
A.5. Urutan Teknis Pemberkatan Pernikahan
sebelum pemberkatan nikah dilangsungkan maka hal-hal yang diperlukan dalam pemberkatan nikah adalah : Cincin, Alkitab, altar untuk berlutut, janji nikah dan akte pemberkatan nikah. Selanjutnya urutan teknis pemberkatan nikah sebagai berikut :
“Saudara ‘A’ (nama mempelai pria), apakah saudara bersedia untuk menerima saudari ‘B’ (nama mempelai wanita), dalam suka dan duka, baik tidak baik, sehat maupun sakit, kelimpahan atau kekurangan menjadi istrimu dan mengasihinya mulai hari ini dan selamanya sampai maut yang memisahkan ?” calon mempelai pria menjawab : “Ya saya bersedia” (jika bersedia, jika tidak maka pernikahan di batalkan).
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Aku persatukan engkau dengan kasih Allah menjadi suami istri, dalam berkat Bapa, Putra dan Roh Kudus, didalam nama Tuhan Yesus Kristus, untuk seterusnya dan sampai selama-lamanya. Amin” …
A.6. Lain-lain
Acara lain misalnya pelaksanaan Pencatatan SIpil dapat dilakukan, jika pencatatan sipil akan dilangsungkan di gereja / tempat acara pemberkatan pernikahan.
Sebelum melakukan upacara ini, terlebih dahulu harus ada kesepakatan dengan keluarga yang berkabung. Jika mereka minta dipimpin oleh gereja, hal ini harus sepenuhnya diserahkan kepada gereja dan tidak boleh dicampuri upacara duniawi lain.
Upacara ini adalah merupakan suatu kesempatan penginjilan yang paling baik, juga suatu tempat yang baik bagi khotbah praktis. Pengkhotbah 12:7 mengatakan bahwa, setelah seseorang meninggal dunia, maka tubuh akan kembali menjadi tanah, sedangkan roh akan kembali kepada Allah yang telah mengaruniakannya. Dengan demikian maka roh orang yang telah meninggal akan kembali kepada Allah dan tidak akan kembali lagi. Orang Kristen harus tahu bahwa kematian adalah awal dari kehidupan selamanya, atau awal dari siksaan selamanya.
Bagi orang yang percaya, didalam menghadapi kesedihan karena ditinggal mati oleh kerabat yang kita kasihi tidak perlu berlarut-larut, karena setiap orang percaya akan bertemu kembali di sorga, bahkan akan bertemu dengan Gembala Agung, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Upacara kematian dan pemakaman biasanya dilakukan dalam tiga tahab.
Dalam ibadah penghiburan ini, ada keluarga yang hanya meminta satu hari saja, namun ada juga yang meminta dua atau tiga hari senelum jenazah dimakamkan. Ada juga yang meminta ibadah penghiburan dilakukan setelah pemakaman, tergantung dari permintaan keluarga serta situasi setempat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam ibadah penghiburan :
Upacara ini dilakukan sebelum jenazah diberangkatkan dari rumah duka / dari gereje kalau ternyata jenazah dipindahkan ke gereja untuk upacara pemberangkatan.
Setelah jenazah dibersihkan (dimandikan) dan diberikan pakaian yang sesuai, maka jenazah langsung diletakkan dalam peti yang sudah disediakan. Seluruh keluarga berkumpul disekitar peti tersebut, kemudian pelayan menaikan doa untuk keluarga yang berkabung. Harus diingat bahwa pelayan tidak boleh mendoakan orang yang sudah meninggal, karena hal ini tidak ada gunanya dan tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Seluruh isi doa bertujuan untu memberikan kekuatan dan penghiburan bagi keluarga yang berkabung.
Dalam ibadah pelepasan jenazah dapat dilakukan sebagai berikut :
Ibadah pemakaman adalah upacara yang dilakukan di tempat pemakaman sebelum jenazah di tutup dengan tanah.
Setelah peti diletakkan diliang lahat, pelayan menaburkan bunga sambil mengucapkan Firman di dalam Ayub 14:2 : “Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti baying-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan”. Atau dalam Ayub 12:10 : “Bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia”.
Sesuai dengan tata cara Sinode Gereja Betesda Indonesia, maka Gereja Betesda Indonesia menerapkan upacara penyerahan anak dan bukan baptisan anak-anak. Penyerahan anak dilakukan atas dasar iman dari kedua orang tuanya, yang didalam prakteknya orang tua membawa anaknya kepada Tuhan lewat gembala untuk diberkati. Orang tua menyerahkan anak tersebut untuk dipelihara dan dimeteraikan menjadi milik Tuhan Yesus dan hidup dalam perlindungan Tuhan.
Alkitab memberikan contoh bagaimana Tuhan Yesus di bawa ke Bait Allah untuk di serahkan (Lukas 2:21-22). Dalam Matius 19:13-15; Markus 10:13-16; Lukas 18:15-17 mengatakan bahwa anak-anak di bawa oleh ibunya kepada Tuhan Yesus untuk diberkati. Oleh karena itu Gereja Betesda Indonesia melakukan upacara penyerahan anak karena Firman Tuhan.
Penyerahan anak bukan berarti supaya anak-anak kembali diambil oleh Tuhan, akan tetapi kita meluaskan Tuhan agar pertolongan Tuhan atas anak tersebut tidak pernah lepas, perlindungan Tuhan ada di sepanjang hidupnya dan apa yang Tuhan kehendaki dalam kehidupan anak tersebut dapat terjadi.
Jemaat harus membawa anaknya datang dalam ibadah raya yang sudah ditentukan, yang selanjutnya urutan teknis penyerahan anak sebagai berikut :
“Anak ‘X’, oleh iman kedua orang tuamu, hari ini engkau diserahkan kepada Tuhan, menjadi milikNya selama-lamanya. Sekarang terimalah berkat didalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Bertumbuhlah menjadi besar dalam kasih dan kuasa Tuhan sampai selama-lamanya”.
Pelayan dapat menambahkan doa lain yang berhubungan dengan penyerahan anak.
Penggembalaan jemaat (Pastoral Care) adalah bagian dari tugas gereja dalam rangka merawat jemaat untuk dapat bertumbuh secara rohani. Penggembalaan jemaat ini meliputi :
Ada beberapa tujuan dari perkunjungan, yaitu mempererat persahabatan, memperdalam perkenalan secara langsung, mengetahui keadaan sesungguhnya mengenai kebutuhan rohani dan jasmani setiap jemaat, mempunyai bahan-bahan dan kesempatan untuk membantu melalui mediators atau khotbah.
Ada beberapa macam perkunjungan :
Dibawah ini ada beberapa prinsip perkunjungan yang harus diperhatikan :
Pembimbingan ini sangat penting bagi pertumbuhan iman. Seorang pendeta adalah seorang dokter rohani, dan merupakan seorang pembimbing yang dalam pelayanannya harus mengetahui kebutuhan anggota jemaatnya. Jika seorang pendeta dapat melakukan pelayanan sebagai seorang pembimbing, hal-hal yang tidak baik yang terjadi dalam rumah tangga dapat dihindarkan. Karena bila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, seorang pendeta yang membimbing akan membuat perkara besar menjadi perkara yang kecil, perkara yang kecil akan diselesaikannya. Ingatlah bahwa pendeta adalah pendamai. Pendeta bukanlah orang yang menimbulkan kekacauan.
Dalam menghadapi orang yang mengalami gangguan jiwa, jika pendeta dengan kuasa Tuhan dapat menyembuhkannya, hal tersebut lebih berfaedah daripada obat-obatan. Didalam kehidupan manusia, seorang pendeta berfungsi sebagai seorang petunjuk jalan (guide), dan dianggap serba tahu.
Ada beberapa macam bimbingan :
Ada beberapa peraturan penting bagi seorang pembimbing :